Minggu, 15 Maret 2009

HADIS

Sejarah Pembukuan :

Hadis ialah segala sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan (takrir) dan sebagainya.

Hadis merupakan Sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan Sunnah, dikatakan sumber Hukum setelah Sunnah karena sebelum hadis itu terbukukan Islam sudah berjalan dengan Al-Qur’an dan Sunnah, Pada Masa Rasulullah Saw, masih hidup Hadis belum terbukukan dengan alasan khawatir akan bercampur dengan wahyu Al-Qur,an.



Tahapan Penyusunan Hadis
1. Penulisan hadis baru mulai di rintis pada Masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz lebih kurang tahun 99 s/d 101 setelah Hijrah ( Mulai Abad Ke Dua ). Pada masa inilah penulisan Hadis dilakukan secara besar-besaran diantara penulis hadis yang terkenal pada abad ke 2 H ialah Ibnu Hazm. Kemudian Al-Muwatta karya Imam Malik pada tahun 144 H. dan Al-Um karya Imam Syafi,i.
2. Setelah hadis-hadis terkumpul dalam Jumlah yang banyak barulah pada abad ke tiga terjadi periode penyaringan hadis yaitu suatu upaya memisahkan hadis dengan fatwa-fatwa sahabat dan Tabi’in. mereka berusaha membukukan Hadis Rasulullah semata-mata dan mereka mulai menyusun kitab-kitab hadis yang bersih dari fatwa-fatwa serta bersih dari hadis-hadis palsu yang di selundupkan oleh golongan-golongan yang hendak menodai kemurnian Islam.
Hasilnya Munculah :
a. Shahihul Bukhari yang disusun Oleh Muhammad Bin Ismail Al-Bukhary tahun 194-256 H ).
b. Shahihul Muslim yang di susun Oleh Imam Muslim bin Hajaj bin Muslim Al-Qusyairi ( 204-261 H ).
c. Sunan Abu Daud
d. Sunan Atturmudzi
e. Sunan An-Nasa’i
f. Dan Sunan Ibnu Majjah

3. Kemudian pada Abad Ke Empat Hadis mulai banyak di hafal dan di selidiki keaslian sanadnya.
Hasilnya :
a. Mu’jamul Kabir, Mu’jamul ausat dan Mu’jamus Shagir, karya Imam Sulaiman bin Ahmad At-Thabrani ( meninggal tahun 360 H ).
b. Sunan Ad-DaruQutni, karya Imam Abdul Hasan ‘Ali bin Umar bin Ahmad Ad-DaruQutny. (306-385 H)
c. Shahih Abi Aunah ( Karya Ibnu Aunah (meninggal th. 354 H)
d. Dll.

4. Lalu pada abad Ke lima Hijriyah dan seterusnya mulai masya mensyarah atau menguraikan dengan luas isi dan kandungan hadis-hadis, dan lahirlah kitab-kitab hadis antara lain sebagai berikut :
a. Sunnanul Kubra, karya Abu Bakar ahmad bin Husein Ali-Al Baihaqiy ( 384-458 H).
b. Na’ilul Author karya Muhammad bin Ali Asyaukaniy ( 1172 -1250 H ).

Klasifikasi Hadis

1. Hadis Mutawatir : suatu hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi/periwayat yang menurut adapt kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan berbuat dusta. ( 4 rawi, 5 rawi, 20 rawi, 40 rawi ).
2. Yang tidak memenuhi Hadis Mutawatir di sebut Hadis Ahad terdiri dari
= di tinjau dari segi Periwayatan :
i. Hadis Mashur Hadis yang diriwayatkan oleh 3 orang atau lebih tetapi tidak mencapai derajat mutawatir.
ii. Hadis yang di riwayatkan oleh dua orang, walaupun dua orang rawi tersebut terdapat hanya pada satu thabaqah saja, kemudian setelah itu orang-orang pada meriwayatkan.
iii. Hadis Gharib hadis yang dalam teknya diriwayatkan oleh seorang diri.

3. Hadis Shahih ialah hadis yang di riwayatkan oleh Rawi yang adil sempurna ingatan, sanandnya bersambung-sambung, tidak berilat dan tidak janggal.
4. Hadis Hasan hadis yang pada sanadnya tiada terdapat orang yang tertuduh dusta tidak ada kejanggalan pada matannya dan hadis ini di riwayatkan dengan teks yang berbeda-beda ( tidak satu jurusan ) tetapi sepadan maknanya.
5. Hadis Dhoif hadis yang kehilangan satu syarat dari syarat-syarat hadis shahih dan Hasan.

Pandangan Masih Mau’ud as terhadap Hadis

1. Janganlah hendaknya keliru seolah-olah sunnah dan Hadis sama saja, hadis dikumpulkan sesudah seratus atau seratus limapuluh tahun kemudian, sedang sunnah justru terwujud bersama Al-Quran.
2. Sarana petunjuk ke tiga adalah Hadis sebab banyak sekali soal-soal yang berhubungan dengan sejarah Islam, budi pekerti dan fiqh
3. Hadis yang mengandung unsure keraguan sekali-kali tidak dapat menduduki tempat sebagai hakim bagi Al-Qur’an.
4. Tidak menghargai hadis adalah seakan-akan memenggal sebagian angauta tubuh Islam, walhasil hormatilah Hadis dan Ambilah faedah-faedahnya sebab sumbernya adalah Rasulullah saw.
5. dan apabila ada sebuah hadis yang dho’if padahal ia mempunyai persesuaian dengan Al-Qur’an, maka terimalah hadis itu, karena Al-Qur’an membenarkannya.

(Materi Tarbiyat : Cab. Banjarnegara 16-11-2008)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar