Minggu, 15 Maret 2009

ISLAM MENOLAK PERDUKUNAN

Pendahuluan
Keterbatasan manusia plus kurangnya iman dalam menghadapi persaingan hidup yang semakin kompleks terkadang mendorong sebagian orang menempuh segala cara untuk memenuhi angan-angan gaya hidupnya. Mendatangi orang pintar, dukun atau paranormal dianggap sebagai jalan pintas yang tepat untuk segera memenuhi ambisinya sekalipun praktek itu bertentangan dengan perintah syari’at Islam.
Apakah Perdukunan itu, Bagaimana hukum perdukunan menurut Islam, sejak kapan perdukunan itu ada, apa dampak buruk dari praktek perdukunan dan bagaimana seharusnya manusia mensikapi takdir, kiranya ini pertanyaan-pertanyaan mendesak yang harus kita jawab agar tidak terjerumus kedalam kemusyrikan melalui akses perdukunan.

1. Definisi Perdukunan
Perdukunan atau Pertenungan merupakan terjemahan dari kata alkahaanah dalam bahasa arab. Sedangkan praktek perdukunan itu sendiri terjadi bila memenuhi tiga unsur, yaitu adanya kaahin (sang dukun), mutakaahin (sang pemohon, Pasien si kaahin) dan Mahkuun ( yang dimohonkan, yang ditenung).
Kaahin adalah orang yang mengaku mengetahui perkara-perkara ghaib, bisa meramalkan apa yang akan terjadi atau orang-orang yang memiliki konsentrasi yang tajam yang berkolaborasi dengan syetan dan syetan membelokan mereka karena adanya persekutuan antara syetan dengan mereka dalam masalah-masalah ini.
Menurut Ibnu Tamiyyah yang tergolong profesi perdukunan meliputi al’arraf (Paranormal), Munajjin (ahli Nujjum), dan Kaahin (dukun atau tukang tenung).



2. Sejak Kapan Perdukunan itu Ada
Aktivitas Perdukunan telah tersebarluas pada masa Pra Islam, khususnya di Jazirah Arab, karena pada saat itu bangsa Arab sedang mengalami puncak kegelapan rohani, karena Bangsa Arab (Kaum Bani Ismail) telah terputus dari Bani Israil, dan atas hikmah Allah Ilahi telah terdampar di belantara Faran ( Faran artinya dua orang yang melarikan diri ). Jadi mereka adalah orang-orang yang telah dipisahkan sendiri oleh Nabi Ibrahim as. dari Bani Israil.
Syari’at Taurat yang turun kepada Bani Israil melalui Nabi Musa as. hanya bersifat lokal untuk bani israil, maka Bani Ismail tidak mempunyai bagian dalam syariat Taurat. Dengan kondisi ini pantas bangsa Arab saat itu mengalami kegelapan rohani atau biasa disebut Jahiliyyah, karena tak satupun siraman rohani menyentuh Arabia. Pada saat itulah kebiasaan mendatangi perdukunan lazim dilakukan bangsa Arab. Sebagai mana tercatat dalam Hadis Nabi saw. Sebagai berikut :
Imam Muslim dalam shahihnya meriwayatkan Hadis dari Mu’awiyyah bin Al-Hakam Assalami ra. Ia berkata : “ Aku bertanya, Wahai Rasulullah saw. Ada beberapa hal yang biasa kami lakukan pada jaman jahiliyyah, yaitu bahwa kami mendatangi para kaahin (dukun). Maka Nabi Saw. Bersabda : Janganlah Kalian mendatangi dukun-dukun. (shahih Muslim hadis no. 537).
Asy-Syaikhaani ( Bukhari - Muslim) meriwayatkan hadis dari Ummul Mukminin, Aisyah ra. Bahwa : Orang-orang bertanya kepada yang Mulia rasulullah Saw. tentang para kahiin (dukun) maka nabi Saw. Bersabda : “ ia (kahin) bukan apa-apa, atau mereka bukan apa-apa”. Mereka bertanya, “Ya Rasulullah sesungguhnya mereka terkadang membicarakan sesuatu, lalu hal iti benar terjadi”, Rasulullah saw. Bersabda kata-kata itu adalah dari suatu kebenaran yang disambar oleh seorang jin lalu jin itu menjelaskannya kepada telinga walinya, lalu mereka mencampurnya dengan seratus kebohongan ( Fathul Barri, hadis no.5762).

3. Hukum Perdukunan.
Dalam Kaidah ushul Fiqh ditetapkan bahwa : “ Annahya yadullu ‘ala fasadil manhiyyi ‘anhu.” Yakni larangan itu menunjukan akan rusaknya yang dilarang itu sendiri.’
Adapun para ulama ushul maupun para ahli tahkik telah sepakat menetapkan suatu kaidah hokum, “ darul mafaasid muqoddamun ‘ala jalabil mashaulih” ( menutup rapat jalan yang menuju kerusakan didahulukan daripada mengambil sutua manfaat.
Perdukunan telah dilarang oleh rasulullah saw. Karena perdukunan mendekatkan orang kepada kemusyrikan dan sebagaimana khamr (arak) maisir (perjudian),maka alkahaanah (perdukunan) telah diharamkan, karena memiliki sedikit manfaat dan banyak mudharatnya.
Sabda-sabda Rasulullah saw mengenai larangan menjadi kaahin atau mendatari perdukunan :
Dari Ummul Mukminin, Hafsah ra. Memberitahukan bahwa, yang mulia Rasulullah Saw bersabda : “ Barangsiapa mendatangi ‘arraf (paranormal), lalu kepadanya bertanya tentang sesuatu, maka salatnya tidak diterima selama empat puluh malam. (shahih Muslim, Kitaabssalaam, hadis no. 2230).
Imam Ahmad dan Athakim meriwayatkan dalam sebuah hadis shahih, berasal dari Abu Huraerah, bahwa Nabi bersabda :” Barangsiapa mendatangi paranormal atau dukun ramal lalu ia mempercayai kebenaran apa yang dikatakannya maka ia telah kufur dengan apa yang telah diturunkan kepada Muhammad Saw,” ( Musnad Ahmad VI:429. Al-Mustdrak dalam Kitaabul Iman.
Albazzar telah meriwayatkan dari imran bin Husain, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda : “ Bukan dari golongan kami orang yang bertaftayyur (meremal baik atau sian) dengan menggunakan burung atau yang minta diramalkan dengannya, yang bertenung atau yang meminta ditenungkan baginya, yang menyihir atai minta disihirkan baginya, dan barangsiapoa mendatangi tukang kahin atau tenung dan mempercayai kebenaran yang dikatakannya. Maka ia telah kufur dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad, rasulullah Saw” ( dikutif oleh Al-Mundziri dalam attarghib wa attarhib)
Rasulullah Saw dalam hadis shahih dengan tegas melarang seseorang mengambil manfaat dari hasil atau upah perdukunan. Abu Mas’ud al-Anshaari menyatakan. “ Sesungguhnya Rasulullah Saw. Telah melarang ( dari mengambil manfaat) dari harga anjing, upah zina dan upah dukun ( tukang tenung)” (Riwayat Bukari dan Muslim, Allu’lu wal Marjan, hadis no. 1010.)

4. Dampak Buruk Perdukunan
Islam agama fitrah dengan membawa misi perdamaian, aturan-aturan syariatnya menjaga keseimbangan antara hubungan manusia dengan penciptanya maupun hubungan antar sesamanya, sedangkan larangan-larangannya bertujuan untuk menyelamatkan manusia dari kerusakan rohani maupun jasmani.
Perdukunan salahsatu hal yang dilarang islam karena lebih banyak mudharatnya. Dampak buruk dari merajalelanya perdukunan adalah telah menyebabkan munculnya berbagai penyakit sosial, antara lain ; penipuan, pembunuhan, pemerkosaan, fitnah dan dendam kesumat yang akhirnya bisa memcahbelah persatuan dan kesatuan masyarakat.
Satu realita yang pernah mencuat kepermukaan sebagai akibat dari maraknya perdukunan adalah peristiwa dukun santet yang pernah terjadi di Banyuwangi dan sekitarnya (th. 1999), bahkan sampai pula ke daerah Banten, yang mengakibatkan tindak kekerasan dan pembunuhan, bahkan imbasnya sempat memperkeruh citra Guru ngaji dan para kyai.

5. Penutup
Pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib tak ada yang mengetahui kecuali Dia sendiri (Qs. 6:60)
Katakanlah wahai Muhammad, Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah (Qs. 7:189).
Dia adalah Tuhan yang mengetahui yang ghaib, maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu kecuali kepada Rosul yang diridhoi Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) dimuka dan dibelakangnya (Al-Jin 72:27-28).
Tiga kutipan ayat Al Quran ini mempertegas kepada kita bahwa urusan ghaib itu sepenuhnya milik Allah SWT. Tidak ada yang memiliki pengetahuan tentang hal yang ghaib kecuali rosul-rosul Allah yang diridhoinya. Adapun ilmu pengetahuan yang dimiliki paranormal, dukun, tukang sihir dan sejenisnya, hanyalah merupakan hasil curian dan rekayasa setan, yang kebenaran dan akibatnya sudah barang tentu tidak dapat dijamin.
Pembaca yang budiman, mensyukuri nikmat-nikmat Allah, berusaha senaksimal kemampuan kita serta diakhiri dengan doa dan tawakal kepada Allah SWT adalah langkah yang tepat untuk memperbaiki takdir kita. Mendatangi para dukun dan sejenisnya bukan solusi yang tepat untuk berada dalam lingkaran ridho Allah Ta’ala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar