Minggu, 15 Maret 2009

MASALAH PUASA

MASALAH PUASA

1. APA YANG DIMAKSUD DENGAN PUASA
Puasa dalam bahasa arab ialah shaum, yang artinya adalah menahan atau berhenti dari sesuatu.
Dalam istilah Syara’ yang dimaksud shaum/puasa ialah : menahan diri dari makan dan minum serta menahan segala nafsu biologis dari mulai terbit Fazar hingga terbenam matahari.

2. RAMADHAN DAN PUASA
Puasa wajib dilaksanakan pada bulan ramadhan bulan ke 9 Hijriah, adapun makna dari ramadhan diambil dari bahasa arab Ramadha yang berarti panas yang amat keras, sedangkan Ramadhan artinya dua panas.



Keterangan :
1. berpuasa dalam prakteknya menimbulkan panas badan yang terasa lebih dari biasanya kondisi ini membuat tubuh kita terasa seakan-akan terbakar.
2. maka dua panas yang terkandung dalam makna ramadhan adalah sebagai symbol pembakaran dosa-dosa manusia melalui ibadah puasa.
3. dalam pandangan sufistik dua panas dalam makna ramadhan berarti panasnya api cinta seorang hamba yang bertemu dengan panasnya kasih sayang Alloh swt. Itulah sebabnya tujuan berpuasa adalah untuk meraih kedekatan dengan sang pencipta dalam kata lain untuk meraih takwa.

3. HUKUM PUASA RAMADHAN
Bagi seorang muslim yang telah memenuhi persyaratan syariat puasa ramadhan hukumnya wajib dan juga merupakan rukun Islam yang ke empat. Adapun dalil-dalil yang mewajibkannya adalah sebagai berikut :
1. ”Hai orang-orang yang beriman ,di wajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa [yaitu] dalam beberapa hari tertentu.”[Al-bakoroh :183-184]
2. “berpuasalah kamu sewaktu melihat bulan [di bulan ramadhan], dan berbukalah kamu sewaktu melihat bulan [di bulan syawal], maka jikia ada yang menghalangi [mendung] sehingga bulan tidak kelihatan,hendaklah kamu sempurnakan bulan sya’ban tiga puluh hari.”[Riwayat Bukhari]

4. KENAPA PUASA DI WAJIBKAN DI BULAN KOMARIAH
Allah swt mewajibkan puasa Ramadan di bulan komariah [hijriah] karena sejumlah hikmah dan sebab, antara lain:
1. penentuan waktu kaum Muslim seluruhnya dengan menggunakan bulan-bulan komariah. Misalnya dalam haul zakat, ibadah haji, idah perempuan, dan lain sebagainya.
Allah Swt. Berfirman,
Mereka bertanya kepadamu tentang keadaan bulan. Katakanlah, “ia adalah untuk menentukan waktu bagi manusia dan haji. “[Albaqarah : 189]
2. Penentuan kaum Muslimin dengan bulan-bulan Qomariah adalah penentuan waktu alamiah belaka, yang menunjukan tanda-tanda alam, yaitu dengan munculnya hilal.
3. Bulan Qomariah beredar di antara berbagai musim selama setahun. Terkadang jatuh di musim dingin, lain kali di musim panas saat lain lagi di musim semi dan musim gugur. Ia terkadang datang pada hari-hari yang dingin, di kali lain pada hari-hari yang panas, saat lain lagi di hari-hari yang sejuk. Hari-harinya pun terkadang panjang, terkadang pendek.
Dengan demikian, orang muslim menunaikan ibadah puasa di semua musim. Demikian juga terkadang berpuasa di hari yang panjang di saat lain di hari yang pendek .
Pada yang demikian itu terdapat keadilan Islam dan menetapkan tugas ketaatan dan peribadatan kepada Allah Swt. di semua kondisi.

5. TUJUAN PUASA
Dalam Qu’ran kita kutip di atas ayat “la’alakum tattakun”. Maknanya ialah :

Tujuan puasa yang utama supaya manusia dapat melatih diri dalam satu kehidupan yang serasi dengan pengarahan agama. Dengan dmikian manusia dapat merasakan hidup dalam warna menarik dalam taqwa

Ayat lain dari qur’an berbunyi begini :

Ibadah puasa itu mengandung segi-segi positif yang pasti akan mengantar kamu kepada tujuan sejati dari kehidupan manusia.

Tujuan hidup sejati itu ialah mengabdi kepada Allah Yang Maha Pencipta dan kepada sesama manusia sebagai makhluk. Pengabdian itu adalah dalam arti seluas-luasnya
Karena Islam adalah agama amal dan menuntut penganutnya mampu mencerminkan ajaran Islam yang indah itu maka ayat di atas mengatakan , apabila kamu lakukan ibadah puasa itu di dalamnya akan kamu peroleh hal-hal yang baik bagi kamu. Baik dan penuh kebajikan bagi diri pribadi maupun bagi orang lain yang melihat kamu sebagai penganut agama Islam yang indah ini . Ayat tersebut mengatakan melakukan puasa itu sangat baik berguna dan berfaedah untuk kamua asal kamu mau mengambil faedah daripadanya
Jelaslah bahwa tujuan pokok ibadah puasa ialah membuat manusia menjadi wujud berguna dan bermanfaat, untuk dirinya dan untuk orang lain.
Segi-segi lain yang juga tidak kurang faedahnya ialah orang yang terlatih dalam ibadah puasa itu akan mampu mengatasi kesulitan yang dihadapinya, bisa bekerja keras dan mampu ikut merasakan penderitaan orang lain. Maka dari isegi ini kelihatan sekali bahwa ibadah puasa merupakan usaha mengurangi penderitaan dan kesukaran yang dihadapi oleh sesama manusia.
Puasa memaksa seseorang meninggalkan hal-hal yang halal dilakukan seperti makan-minum dan sebagainya, apalagi yang jelas-jelas haram. Hal itu sangat perlu bagi kemajuan kesehatan dan pertumbuhan jasmani-rohani manusia. Dengan ibadah puasa seseorang itu belajar melatih diri untuk mengadakan suatu pengorbanan pada dirinya, untuk keuntungan dirinya atau berfaedah bagi orang lain.
Puasa secara nyata banyak membantu meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk yang merugikan dan melalui latihan puasa akan membuahkan perubahan-perubahan besar pada diri pelakunya sehingga aspek kerohanian pada dirinya meningkat dan memiliki daya tolak yang hebat terhadap godaan-godaan syetan.


6. YANG WAJIB BERPUASA
Mengingat puasa Ramadan adalah fardu ain dan termasuk salah satu rukun Islam, maka kita harus menetapkan secara ketat atas siapa puasa Ramadan diwajibkan secara paksa ?
Pendapat yang tidak di perselisihkan lagi adalah , ia wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang balig, berakal, sehat dan bermukim [tidak musafir] serta tidak mempunyai halangan yang syar’i semisal haid dan nipas bagi perempuan.

Allah Swt berpirman,

Barang siapa diantara kalian menyaksikan [hilal] bulan [ramadhan] maka berpuasalah. [Al-Baqarah :185]

Orang-orang yang di wajibkan berpuasa ialah :

1. Orang yang sudah baligh

tidak dituntut untuk mengerjakan puasa bagi yang belum baligh karena ia bukan mukalaf. Pena di angkat darinya sebagaimana yang di sabdakan Nabi Saw.

Pana di angkat dari tiga golongan. Dari orang gila yang akalnya tertutup hingga sembuh, dari orang tidur hingga bangun, dari anak kecil hingga mimpi jimak

“pena di angkat” adalah kata kiasan dari lepasnya tanggungjawab dan perhitungan amal. Sedangkan “mimpi jimak” berarti akil baligh. Ini bagi mereka yang diketahui kebalighannya dengan mimpi jimak dan indikator-indikator alami lainnya yang menunjukan bahwa ia telah melewati masa kanak-kanak dan memasuki usia yang lain.
Adapun anak perempuan,diketahuimasa balignya melalui datangnya haid, yang menandai kesiapannya untuk hidup berumah tangga. Adapun jika ditakar dengan umur balig seseorang adalah pada usia lima belas tahun. Karenanya jika terlambat mimpi jimak dan terlambat haid,kebaligannya diukur dengan usia.

 Melatih anak untuk berpuasa
Apakah anak-anak kecil dibiarkan dan tidak diperintahkan untuk berpuasa kecuali setelah mencapai usia balig? tentu tidaklah demikian. Syariat Islam memerintahkan kita melatih anak-anak kecil untuk menunaikan kewajiban sejak usianya genap tujuh tahun.nabi saw. Bersabda :

Perintahkan anak-anak kalian mengerjakan shalat ketika berusia tujuh tahun,dan pukulah mereka karenanya ketika berusia sepuluh tahun’

Dalam hadis yang lain:

Ajarilah anak kecil shalat ketika tujuh tahun,dan pukullah ia karenanya ketika berumur sepuluh tahun’

Demikian itu karena kebaikan dan kejelekan adalah kebiasaan.seseorang akan biasa melakukan sesuatu yang dibiasakan padanya. Pendidikan di waktu kecil laksana mengukir di atas batu. Seorang penyair bertutur:

remaja kita berkembang dengan
apa yang orang tuanya biasakan

Hadits diatas membagi ihwal belajar menjadi dua tahapan. Tahapan perintah,pengajaran,dan anjuran.ini setelah umur tujuh tahun.tahapan kedua adalah tahapan pukulan, pelatihan dan ancaman ini setelah anak berusia sepuluh tahun.
Peukulan tidak dilakukan kecuali setelah anak diberi kesempatan tiga tahun untuk diajak, di motivasi dan diberi harapan akan besarnya pahala, baru setelah itu ada tahap penugasan dan sanksi. Memukul disini adalah sarana yang dipergunakan karena darurat darurat diukur dari segi kadarnya, pemukulan tidak boleh menggunakan cameti, kayu dan sebangsanya sehingga dapat mengakibatkan luka atau berbekas. Sebab pada dasarnya ayah yang baik ialahayah yang tidak menghendaki pemukulan kepada anaknya.
Jikapun hadits di muka berkaitan dengan masalah shalat namun ia bersesuaian dengan puasa dalam berrbagai hal kecuali satu yakni dalam hal kemampuan jasmaniah. Boleh jadi seorang anak sudah berusia tujuh atau sepuluh tahun tetapi tubuhnya masih lemah belum mampu berpuasa. Untuk yang demikian hendaknya ditunda hingga telah benar-benar kuat.
Para sahabat dahulu membiasakan anak-anaknya berpuasa ketika mereka masih kecil, dengan cara memberikan mainan berupa bulu domba. Mereka bermain dengan asiknya hingga tidak terasa saat berbuka puasa tiba.
Bukanlah keharusan mereka di perintah berpuasa sebulan sekaligus. Mereka tentu tidak kuat tidak juga logis. Barangksli mereka hanya di perintahkan pada mulanya dua atau tiga hari dahulu. Lalu pada tahun berikutnya sepekan, dua pecan,dan seterusnya hingga memungkinkan mereka untuk berpuasa sebulan penuhdengan cara bertahap.
Salah satu kekeliruan yang sering di lakukan para bapak ibu adalah, mereka membiarkan anak-anak mereka hingga besar tanpa di latih untuk menunaikan kewajiban dan ketaatan. Apabila mereka di perintah menunaikan kewajiban setelah masa baligh, tentu akan terasa lebih berat daripada memikulmgunung sekalipun. Benarlah apa yang di katakan oleh seorang penyair :
Anak-anak mendapat manfaatdari pendidikan di masa kecil, tidaklah manfaat itu mereka dapat, jika di tempuh di waktu tua ranting-ranting kau
luruskan niscaya lurus sedangkan kayu tetaplah bergeming meski kau paksa.


2. Orang yang berakal

Jika anak yang belum balig tidak di wajibkan berpuasa maka orang yang tidak berakal lebih utama sebab syariatdi tujukan kepada orang-orang yang berakal. Pena telahdi angkat dari orang gila hingga ia sembuh. Karena itu barangsiapa mengidap penyakit gila permanen ia tidak mendapatkan beban kwwajiban. Ia tidak tersentuh perintah larangsn ibadah maupun muamalah sedangkan orang yang mengidap penyakit gila pada waktu-waktu tertentu ia tetap mendapatkan beban kewajiban ketika akalnya sehat.
Sebagian ulama pikih menganggap sama dengannya bagi orang yang pingsan karena penyakit kehilangan kesadarannya baik dalam waktu lama maupun sebentar ia selama tidak sadar itu tidak terkena taklip dengan puasa ataupun sholat ketika setelah beberapa hari ia tersadar dari pingsannya ia tidak harus mengkodo hari-hari yang telah lalu karena ia ketika itu bukan termasuk orang mukalaf.
Namun sebagian di antara mareka berpendapat bahwa ia harus mengkhodo waktu-waktu yang di tinggalkannya ketika pingsan dengan alasan bahwa itu adalah penyakit yang sekadar menutupi akal pikiran namun tidak menghapuskan taklif tidak terjadi dalam waktu lama dan perwakilan tidak tercabut darinya penyakit semacam ini pun pernah menimpa beberapa Nabi.
Namun bila pingsannya berlaku lama sampai berbulan-bulan hingga harus dibantu dengan alat penyambung nafas buatan, maka orang yang mengalami hal semacam ini bila dikenai hokum menqodho sangat sangat memberatkan sedangkan agama tidak menghendaki kesukaran.


3. Wanita yang suci dari darah Haid dan Nifas
Untuk berpuasa perempuan disyaratkan harus suci dari darah Haid dan Nifas. Ia tidak syah berpuasa hingga bersih. Diharamkan atasnya berpuasa karena kasih sayang dalam rangka memelihara kondisi tubuh dan syarafnya. Namun orang yang Haid dan Nifas diperbolehkan mengqadha puasanya sebanyak hari yang ia tinggalkan. Tetapi tidak ada aturan harus mengqadha shalat :
Hadrat Aisyah pernah bertutur bahwa : Kami diperintahkan untuk mengqadha puasa tetapi tidak diperintah untuk mengqadha shalat (HR Muslim)..
Ulama berpendapat tentang lamanya Haid :
 Mazhab Hanafi minimal tiga hari
 Mazhab Syafi’I dan Hambali minimal sehari semalam
 Mazhab Maliki minimal sekali keluar.
 Darah Nifas maksimal 40 hari selebihnya darah istihadhah.
Darah Istihadah adalah daran Nazif atau pendarahan dan ia tidak menghalangi perempuan untuk berpuasa, shalat dan tidak pula hubungan suami istri.
Bagi sebagian wanita ada yang berkeinginan supaya puasanya sebulan penuh, maka berupaya menunda haid dengan minum obat. Hal ini tidak ada dalil yang melarangnya , tetapi bila meneladani sahabah Rasulullah mereka biasa secara alami saja. Dan lebih disarankan kepada wanita gadis untuk tidak mengkonsumsi obat-obatan semisal itu.

7. BOLEH TIDAK BERPUASA
Macam-macam uzur berpuasa :
1. Uzur yang mewajibkan pemiliknya berbuka dan haram berpusa. Puasanya tidak syah dan harus mengqadhanya. Uzur ini berhubungan dengan perempuan Haid dan Nifas.
2. Uzur yang membolehkan pemiliknya berbuka bahkan dalam keadaan tertentu mewajibkan berbuka akan tetapi ia wajib mengqadhanya. Ini adalah uzur orang sakit dan musaffir.
3. Uzur yang membolehkan pemiliknya berbuka bahkan terkadang mewajibkannya dan tidak perlu mengqadha namun memberi fidyah. Itu uzurnya orang tua renta atau uzurnya orang-orang yang mengalami sakit yag tidak ada lagi harapan sembuh.
4. Uzur yang masih diperselisihkan ulama tentang jenisnya, apakah ia sejenis dengan uzur sakit,orang tua renta atau memiliki hukumnya sendiri. Ini adalah uzurnya orang hamil dan menyusui.
5. Uzurnya orang yang berat untuk melakukan puasa karena jenis pekerjaannya, misalnya pekerja tambang dan semisalnya.









Sumber :
- Beberapa Masalah Puasa, Faridah Aw Malangyudo, Arista, Jakarta Desember 1992
- Fikih Puasa Dr. Yusuf Qordowi, intermedia, Solo 2001


Tidak ada komentar:

Posting Komentar